Nduga Yang Tak Terduga
Mereka tak manja. Tetap tegar nan kokoh walau tersisih. Mereka tak pinta. Tetap teguh nan pijak walau tercecer. Mereka tak lirih. Tetap usap jiwa walau hati bertubi-tubi di terjang.
Hutan jadi rumah, batu jadi bantal, daun jadi makanan. Tiada tenda-tenda yang melindungi mereka dari hujan panas bahkan tak ada pesawat yang angkut di selamatkan
Angin menggigit sampai gigil, harapannya di selipkan dalam dinginnya, agar bisa menjemput pulang. Namun tak ada insan mengiba membawa pada pelukan hangat dari beberapa orang yang teriak dari dalam rumah mewah tentang KEADILAN.
Hidup sudah menjadi transaksional bagimu. Ada yang mencarimu ketika butuh, ada yang mencarimu karena maunya. Segenap dukamu memuji, setelah menguji hatimu yang teguh. Setiap tangismu di usap oleh media-media, setelah membiarkan alir tangismu terus menyumbat matamu.
Nduga yang tak terduga berselimut langit kelam. Tentangmu menjadi sabda haram untuk di kotbahkan. Walaupun jagat raya ini, membilas ayat-ayat kemanusiaan di tiap rongga dada bangsa-bangsa. Tentangmu menjadi 'merdeka' makan lalu jadi tai. Karena kebenaran tentangmu mereka pajang di toko-toko milik para tokoh-tokoh.
Serasa ingin menolak tapi fakta sudah, sedang dan akan terjadi. "sabda suci" Thomas Hobbes, memakan korban. Manusia adalah serigala bagi yang lainnya (Homo Homini Lupus). Rakyat Nduga yang tak terduga, saya pun tak tahu ada apa dengan sebagian masyarakat dan pemimpin kita seolah sedang mati. Iya benar bahwa kami mati nurani. Atas nama kehidupan harus meniadakan kehidupan orang lain.
Dan akhirnya maafkan kami. Kami sedang sibuk mengibuli diri dengan dunia. Tuhan pun sedang sibuk. Sibuk dengan ciptaan lainnya. Maka dunia kita sedang mekar-mekaran, kami mekar dengan pemekaran dan kau tetap mekar dengan airmatamu.
Bumi Pailit, 06/11/19
Giyai Aleks
Mereka tak manja. Tetap tegar nan kokoh walau tersisih. Mereka tak pinta. Tetap teguh nan pijak walau tercecer. Mereka tak lirih. Tetap usap jiwa walau hati bertubi-tubi di terjang.
Hutan jadi rumah, batu jadi bantal, daun jadi makanan. Tiada tenda-tenda yang melindungi mereka dari hujan panas bahkan tak ada pesawat yang angkut di selamatkan
Angin menggigit sampai gigil, harapannya di selipkan dalam dinginnya, agar bisa menjemput pulang. Namun tak ada insan mengiba membawa pada pelukan hangat dari beberapa orang yang teriak dari dalam rumah mewah tentang KEADILAN.
Hidup sudah menjadi transaksional bagimu. Ada yang mencarimu ketika butuh, ada yang mencarimu karena maunya. Segenap dukamu memuji, setelah menguji hatimu yang teguh. Setiap tangismu di usap oleh media-media, setelah membiarkan alir tangismu terus menyumbat matamu.
Nduga yang tak terduga berselimut langit kelam. Tentangmu menjadi sabda haram untuk di kotbahkan. Walaupun jagat raya ini, membilas ayat-ayat kemanusiaan di tiap rongga dada bangsa-bangsa. Tentangmu menjadi 'merdeka' makan lalu jadi tai. Karena kebenaran tentangmu mereka pajang di toko-toko milik para tokoh-tokoh.
Serasa ingin menolak tapi fakta sudah, sedang dan akan terjadi. "sabda suci" Thomas Hobbes, memakan korban. Manusia adalah serigala bagi yang lainnya (Homo Homini Lupus). Rakyat Nduga yang tak terduga, saya pun tak tahu ada apa dengan sebagian masyarakat dan pemimpin kita seolah sedang mati. Iya benar bahwa kami mati nurani. Atas nama kehidupan harus meniadakan kehidupan orang lain.
Dan akhirnya maafkan kami. Kami sedang sibuk mengibuli diri dengan dunia. Tuhan pun sedang sibuk. Sibuk dengan ciptaan lainnya. Maka dunia kita sedang mekar-mekaran, kami mekar dengan pemekaran dan kau tetap mekar dengan airmatamu.
Bumi Pailit, 06/11/19
Giyai Aleks
Comments