Skip to main content
Perang Kosmik Pilkada DKI di Pulau Melati





Sabtu, 28 Januari 2017  Pandu Jakasurya

Pilkada DKI 2017Dalam Bharatayudha Jayabinangun, dua pihak berhadap-hadapan. Pandawa kontra Kurawa. Yang haq berhadapan dengan yang bathil. Perang kosmis, yang bertujuan membersihkan dunia dari kejahatan, sekaligus mendatangkan ganjaran mulia bagi kaum penjunjung tinggi kebenaran. Syahdan, Kurawa binasa, Pandawa sentosa. Yang luput dari perhatian, jutaan orang dari kedua belah pihak tenggelam dalam lautan darah. Redemptive violence, kekerasan yang konon berdaya penebusan, lazimnya mengorbankan wong cilik sebagai  pion-pion tak bernama.

Di negeri yang pernah disanjung para penyair sebagai “pulau melati pujaan bangsa,” rakyatnya sedang disuguhi pertarungan di antara faksi-faksi kelas borjuis. Dengan aneka kepentingan, faksi-faksi tersebut berhimpun di sekitar dua kubu yang saling berhadapan. Kubu yang satu mengklaim diri sebagai yang haq dan menuding yang lain sebagai yang bathil, vice versa.

Tidak saja diajak menonton “hura-hura para binatang” (meminjam ungkapan Iwan Fals dalam salah satu lagunya, “Dunia Politik”), tapi juga dikondisikan untuk mengidentifikasikan diri dengan salah satu pihak: entah kubu borjuis bercitra nasionalis, konstitusional, dan bersih, atau kubu borjuis bercitra agamis yang ingin mendirikan pulau melati yang bersyariah.

Lebih jauh, wong cilik dikondisikan untuk memilih, wong cilik dikondisikan untuk saling berhadap-hadapan – dalam sebuah perang kosmik, bharatayudha jayabinangun, dan kekerasan yang diyakini berdaya penebusan. Atas nama yang haq, siap mati demi salah satu kubu borjuis. Demi menumpas yang bathil, siap menumpas habis salah satu kubu borjuis. Saat kubu-kubu borjuis menggelar perang kosmis, wong cilik diadu dengan wong cilik.

Dalam pertarungan faksi-faksi borjuis memperebutkan mahkota mayangkara atau puncak kekuasaan politik, yang sudah barang tentu memprasuposisikan kepentingan ekonomi, agama tampil sebagai faktor yang mempersatukan sekaligus membelah wong cilik. Kubu yang bercitra nasionalis, konstitusional, dan bersih, mengusung agama dengan citra sebagai komponen yang memperkuat citra modernnya. Sebaliknya, kubu yang bercitra agamis yang ingin mendirikan “pulau melati yang bersyariah”, mengusung agama dengan citra sebagai pembela Yang Suci yang tak kenal pengampunan.

Wong cilik, yang teralienasi dalam hubungan-hubungan produksi kapitalis, sebagian mendapati agama yang berwajah damai sebagai pelabuhan untuk menambatkan jangkar hati yang lelah karena hingar-bingar kehidupan yang makin tidak manusiawi, dan sebagian lagi mendapati agama yang berwajah kekerasan sebagai jalan untuk mengungkapkan rasa marah dan frustrasi karena menjadi “orang-orang kalah” (meminjam ungkapan alm. WS Rendra dalam “Orang Kalah”).

Dalam pada itu, wong cilik disuguhi gambaran terbalik dari realitas, meski masing-masing menawarkan pola-pola tanggapan yang bertolak belakang terhadap realitas. Kapitalisme membentuk agama (-agama) untuk memungkinkan rakyat pekerja memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap realitas sejauh reaksi-reaksi tersebut tidak mengancam keselamatan kapitalisme itu sendiri.

Dalam “perang kosmik” yang terpampang di media massa dan media sosial terjadilah paradoks-paradoks yang nyaris bernilai ketidaksengajaan. Kebusukan yang dibungkus dengan kata-kata suci terkuak lewat pembalikan-pembalikan logika, penyangkalan-penyangkalan fakta, sumpah-sumpah suci, dan kata-kata beracun bersalut madu. Demi Yang Suci! Semuanya demi agama yang suci! Tak ada kaitan sama sekali dengan politik! Sementara itu, mesin uang milik bos-bos kapitalis terus memompakan uang haram untuk merengkuh kekuasaan dengan jalan membeli jiwa-jiwa para pemuka agama yang telah menggadaikan diri kepada sosok yang silih berganti tampil sebagai yang ilahi dan yang setani.

Faksi-faksi kapitalis dengan kepentingan-kepentingan masing-masing tidak layak dibela. Kubu-kubu kapitalis yang bertarung untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan tidak layak diperjuangkan. Wong cilik, rakyat pekerja, wabil khusus kaum buruh, tidak perlu memilih mana yang akan dibela dan mana yang akan dilawan.

Alih-alih, mereka harus bersatu, sementara menonton perseteruan itu hingga borjuasi sebagai kelas tidak mampu lagi mengelola negara sebagai alat kekuasaannya; dan sementara menonton, wong cilik, di bawah pimpinan kelas buruh, harus bersiap diri untuk mengambil alih kekuasaan politik guna mengakhiri kapitalisme dan membangun sosialisme yang tak lain dari demokrasi yang sesungguh-sungguhnya.

Untuk itu, adalah niscaya keberadaan sebuah partai pelopor revolusioner. Sebuah partai yang sanggup memberikan arah dan pimpinan kepada rakyat pekerja, melucuti ilusi-ilusi mereka, dan mengalirkan potensi revolusioner mereka kepada saluran-saluran yang tepat: penggulingan kapitalisme dan pembangunan sosialisme!

Itulah perang kosmik yang sesungguhnya bagi wong cilik, rakyat pekerja. Bharatayudha jayabinangun bagi rakyat pekerja dan bagi umat manusia – bukan bagi salah satu pihak atau kubu di antara kelas penguasa yang dari masa ke masa senantiasa menumbalkan mereka! ***

Lutherstadt, 7-9 Januari 2017  

Comments

Popular posts from this blog

Makna Kemerdekaan Timor Leste Bagi West Papua

Oleh Vicktor Yeimo Tanggal 28 November 2015, Timor Leste akan merayakan hari Proklamasi kemerdekaanya ke-40, setelah mereka berjuang melepaskan diri dari kolonialisme Portugal dan Indonesia. Sementara, West Papua yang masih dijajah penguasa Indonesia akan memperingati hari manifesto politiknya yang ke 54, pada 1 Desember 2015. Timor Leste dan West Papua adalah dua wilayah yang dianeksasi oleh nafsu ekspansionisme Indonesia. Setelah Timor Leste berhasil mengusir kolonialisme Indonesia tahun 1999 melalui referendum, terbilang 16 tahun mereka membangun bangsa dan negaranya. Apa sebenarnya yang patus dipelajari, dimaknai dan diperjuangkan oleh bangsa Papua saat ini dari Timor Leste? Pertama, pengalaman perjuangan mengusir kolonial. Timor Leste memiliki nasionalisme ideologis yang menjadi roh bagi perjuangan melawan kolonialisme Indonesia. Itulah yang melandasi jiwa raga mereka dalam merebut kemerdekaannya. Itulah yang membuat mereka sulit dirayu dengan seribu satu program kolonialis...

KRONOLOGI LENGKAP MEY DAY Dan 56 Tahun Aneksasi West Papua

Sumber: Grup Facebook (Koran Kejora) Yogyakarta (1/5) Penghadangan, Represi, Pemukulan, dan Perusakan oleh aparat Kepolisian Resor Kota Yogya karta terhadap massa aksi KAMRAT (Komite Aksi Mayday untuk Rakyat) dalam memperingati Hari Buruh Internasional dan 56 Tahun Aneksasi West Papua. Pukul 07.00 WIB, massa aksi berkumpul di titik kumpul (Asrama Kamasan) mempersiapkan perlengkapan aksi. Pukul 09.45 WIB, Massa Aksi bersiap, berbaris keluar Kamasan, Long March menuju Titik Nol KM. Pukul 10.00 WIB, Kapolresta Yogyakarta, Armaini, menghalangi massa aksi bergerak ke Titik Nol, dengan alasan ada massa tandingan dari ormas Paksi Katon dan FJR. Kapolres bersikeras agar Massa Aksi KAMRAT berpindah lokasi aksi. Pukul 10.10 WIB, Negosiator, Korlap Aksi dan pendamping hukum dari LBH Yogyakarta melakukan perundingan dengan Kapolres agar Massa Aksi tetap bisa bergerak menuju Titik Nol KM. Pukul 11.00 WIB, Perundingan berjalan alot dan akhirnya massa aksi berkompromi dan akan be...

JALAN RAYAH PAPUA MERDEKA NABIRE PAPUA

Oleh: Cerpen Abed JALAN RAYAH PAPUA MERDEKA NABIRE PAPUA. *jalan merdeka.? jalan rayah, jalan merderka kota nabire papua sangat ironisnya hanya mengatas namakan jalan besar menjadi jalan papua merdeka. Inspirasi yang sangat jitualisme dan sangat loyalitas sebab ada akibat, tidak ada pertanyaan bagi setiap orang atau masyarakat MEPAGO untuk jalan rayah papua merdeka ini karenakan, 24 jam selalu otomatisme eksistensi naik turung ramai dan,  semua orang heppy. Hingga itu saya duduk di sampin jalan rayah papua berdeka nabire papua. Tiba-tiba ada 1 orang tua lewat depana mata saya lalu, saya panggil dan saya tanyakan dia hallo papak tua saya mau tanya ini io anak bagaimana, kata saya begini pak," jalan rayah papua berdeka ini kapan orang2 karismatik mereka mengatas namakan jalan rayah ini" kata papak tua dua, io anak jalan rayah papua merdeka nabire ini, termasuk saya kita menamakan jalan ini, jadi jalan rayah papua merdeka terus dan hingga hari ini masi ada berlaku mengata...