Skip to main content

Telah Gugur Prajurit Terlati

Telah Gugur Prajurit Terlati
Oleh.  Theo Sitokdana
Pengiriman prajurit (tentara ataupun polisi) ke Tanah Papua dengan alasan memberantas separatis Papua tidak pernah akan selesai selama hayat masih dikandung badan. Justru akan selalu memperpanjang daftar korban penembakan ataupun aksi penghilangan nyawa lainnya, baik sipil maupun anggota terlatih (tentara & polisi).
Selama pendekatan security terus dikedepankan dlm persoalan Papua, selama itu pula Papua tetap akan menjadi persoalan abadi Pemerintah dan Bangsa Indonesia.

Dalam tradisi orang Ngalum, Pegunungan Bintang ada ungkapan "NORKOTON", khususnya pada saat penyelenggaraan upacara iniasi.  NORKOTON artinya akan terus mengulangi hal yang sama dalam hidup seseorang. Misalnya jika seorang anak pada saat upacara inisiasi dilaksanakan ia terus marah maka ia akan marah terus dalam situasi tertentu.

Proses pelaksanaan PEPERA yang bermula dari tahun 1960 dikuasai oleh gerakan militer. Aksi2 militer, baik aksi fisik maupun propaga2 militer  secara sistimatis dilaksanakan di Tanah Papua. Aneka ragam aksi militer itu memuncak pada saat pelaksaan Pepera tahun 1969. Kemudian budaya militerisme terus dipertahankan selama masa pemerintahan Orde Baru yang sangat represif. Setelah Indonesia reformasi, justru budaya militerisme itu terus dipertahankan.

Karena pada awalnya Tanah Papua direbut dengan penerapan metode militerisme & kekerasan, maka korban tetap akan berjatuhan di semua pihak. Ibarat iniasi awal yg dimulai dengan aksi2 militer maka kapanpun tindakan militerisme dan kekerasan tetap akan meraja di bumi Papua.

Kedamaian relatif akan tercipta jika kedua pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda duduk dan berunding menemukan alternatif solusi yang saling menghormati dan menghargai martabat kemanusiaannya masing2. Jika solusinya referendum bagi Bangsa Papua, Pemerintah Indonesia harus menghormati kesepakatan itu demi menghargai  martabat kemanusiaan kedua pihak.

Yang abadi di dunia dan di akhirat adalah martabat kemanusiaan. Politik bukanlah sesuatu hal yang abadi. Politik hanyalah cara untuk menemukan harkat dan martabat kemanusiaan sebuah bangsa. Tidak ada politik yang absolut dan total. Hanyalah manusia dengan berbagai dimensi kemanusiaanlah yang absolut dan total. Karena itu, perajurit terlatih janganlah terus dikorbankan jati diri kemanusiaannya hanya demi mempertahankan ego politik dan ego kepentingan demi sebuah bangsa bernama NKRI. Jika akhirnya kelak  Papua merdeka, Indonesia dan Papua tetap bersaudara, baku ipar dan duduk bersama sebagai sesama manusia yang memiliki kepekaan kemanusiaan dari semua dimensi hidup manusia. Jadi, janganlah terus korbankan prajurit terlatih. Semoga !

Comments

Popular posts from this blog

KRONOLOGI LENGKAP MEY DAY Dan 56 Tahun Aneksasi West Papua

Sumber: Grup Facebook (Koran Kejora) Yogyakarta (1/5) Penghadangan, Represi, Pemukulan, dan Perusakan oleh aparat Kepolisian Resor Kota Yogya karta terhadap massa aksi KAMRAT (Komite Aksi Mayday untuk Rakyat) dalam memperingati Hari Buruh Internasional dan 56 Tahun Aneksasi West Papua. Pukul 07.00 WIB, massa aksi berkumpul di titik kumpul (Asrama Kamasan) mempersiapkan perlengkapan aksi. Pukul 09.45 WIB, Massa Aksi bersiap, berbaris keluar Kamasan, Long March menuju Titik Nol KM. Pukul 10.00 WIB, Kapolresta Yogyakarta, Armaini, menghalangi massa aksi bergerak ke Titik Nol, dengan alasan ada massa tandingan dari ormas Paksi Katon dan FJR. Kapolres bersikeras agar Massa Aksi KAMRAT berpindah lokasi aksi. Pukul 10.10 WIB, Negosiator, Korlap Aksi dan pendamping hukum dari LBH Yogyakarta melakukan perundingan dengan Kapolres agar Massa Aksi tetap bisa bergerak menuju Titik Nol KM. Pukul 11.00 WIB, Perundingan berjalan alot dan akhirnya massa aksi berkompromi dan akan be...

Yogyakarta–1 Mei 2019. Aliansi yang tergabung dalam Komite aksi Mayday untuk Rakyat (KAMRAT

Yogyakarta–1 Mei 2019. Aliansi yang tergabung dalam Komite aksi Mayday untuk Rakyat (KAMRAT) hidadang oleh aparatur kepolisian Yogyakarta. Dampak dari prmblokadean jalan yang dilakukan oleh aparat kepolisian mengakibatkan aktivitas warga peguna jalan Kusuma Negara Yogyakarta terganggu. Awalnya, massa aksi hendak melakukan aksi damai dalam bentuk long-march menuju titik Nol (0) Km, sesuai degan surat pemberitahuan aksi yang di berikan kepada pihak kepolisian pada tgl 29 Mei. Anehnya aksi yang baru dimulai lansung dihadang degan alasan titik nol rawan?. Padahal, selain Aliansi kamrade, ada beberapa Aliansi lain yang juga melakukan aksi dalam memeprugati hari buruh Internasional di Titik nol Km. Artinya, jelas bahwa, aparat kepolisian yang Rasis, berdiri sebagai garis depan untuk untuk melindungi kepentingan elit politik borjuasi nasional yang selama ini menindas dan penjajah rakyatnya sendiri. Selain rakyat yang menjadi korban, kepolisian dgn jelas menghancurkan Konstitusi (Pa...