Skip to main content

PERS RILIS ISU PAPUA DI SIDANG DEWAN HAM PBB KE-40


(Jenewa, 13 Maret 2019) Isu Nduga dan buruknya kebebasan berekspresi Papua diangkat sebanyak tiga kali pada Debat Umum Item 4 tertanggal 13 Maret 2019 dan pada side-event tertanggal 7 Maret 2019 yang merupakan rangkaian dari Sidang Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-40.

Pada Debat Umum item 4, juru bicara internasional Komite Nasional Papua Barat Victor Yeimo, menyampaikan bahwa orang Papua telah menjadi minoritas di tanah leluhurnya sendiri sejak aneksasi Indonesia pada 1969. “Kekayaan alam kami dicuri dari kami, sehingga kami menjadi yang termiskin dengan harapan hidup terendah di Indonesia, meskipun tanah kami adalah salah satu tanah yang terkaya sumber daya alamnya di dunia,” lanjutnya.

Victor juga menegaskan bahwa tidak ada mekanisme yang bisa menjamin hak masyarakat adat termasuk hak atas penentuan nasib sendiri. “Kami orang Papua tidak boleh berbicara. Ketika kami bicara, aparat keamanan Indonesia menangkap kami. Ketika kami melakukan diskusi publik, mereka bubarkan kami. Ketika kami berkumpul secara damai, mereka bilang kami organisasi ilegal. Ketika kami ingin ibadah, mereka bilang kami makar dan menghancurkan rumah-rumah kami. Kami diisolasi dari jurnalis asing dan pekerja kemanusiaan.”

Victor menutup pernyataannya pada sidang dengan meminta dukungan negara-negara untuk mendorong Indonesia mengundang PBB ke Papua, juga supaya ada penyelesaian persoalan HAM terdahulu sebelum Indonesia mengajukan diri menjadi anggota Dewan HAM PBB. Sebelumnya pada side-event, Victor juga meminta pemerintah Indonesia untuk menghargai dan memenuhi hak atas penentuan nasib sendiri bagi rakyat West Papua.

Selain Victor, pengacara HAM Veronica Koman juga turut hadir di sidang Dewan HAM ke-40 ini. Victor dan Veronica mengangkat isu Nduga. Efek dari operasi gabungan kepolisian dengan militer yang telah menyebabkan setidaknya 25 orang sipil meninggal dunia, serta tidak diakuinya dan ditelantarkannya ribuan pengungsi akibat operasi tersebut menjadi sorotan. 

Sebagai bagian dari Perkumpulan Pengacara HAM (PAHAM) Papua dan koalisi pengacara untuk KNPB, Veronica juga mengangkat kasus KNPB Timika pada Debat Umum item 4 tersebut. Tiga orang dijadikan tersangka makar hanya karena hendak menyelenggarakan acara adat ‘bakar batu’ dan ibadah. Adalah hak orang Papua untuk bisa dengan bebas menjalankan budayanya serta mengekspresikan apa yang dipercayainya.

Pada akhir pernyataannya, Veronica meminta negara-negara untuk mendorong Indonesia, “segera menghentikan operasi gabungan di Nduga, memfasilitasi kembalinya ribuan pengungsi ke rumahnya masing-masing, membuka akses untuk investigasi yang independen, serta memberikan penghormatan sepenuhnya terhadap HAM dan martabat orang Papua.”

Atas kesempatan berharga di Dewan HAM PBB ini, Veronica memberikan tanggapan, “kenyataan bahwa KNPB bisa hadir, berdiri, dan berbicara di sidang Dewan HAM hari ini membuktikan bahwa apa yang selama ini diteriakkan KNPB mengenai hak atas penentuan nasib sendiri juga dilindungi oleh hukum internasional. Tidak ada yang ilegal dari menyuarakan hak fundamental tersebut.”

Sumber: 
Veronica.Komang
https://www.facebook.com/100009969949050/posts/870819779927012/

Comments

Popular posts from this blog

KRONOLOGI LENGKAP MEY DAY Dan 56 Tahun Aneksasi West Papua

Sumber: Grup Facebook (Koran Kejora) Yogyakarta (1/5) Penghadangan, Represi, Pemukulan, dan Perusakan oleh aparat Kepolisian Resor Kota Yogya karta terhadap massa aksi KAMRAT (Komite Aksi Mayday untuk Rakyat) dalam memperingati Hari Buruh Internasional dan 56 Tahun Aneksasi West Papua. Pukul 07.00 WIB, massa aksi berkumpul di titik kumpul (Asrama Kamasan) mempersiapkan perlengkapan aksi. Pukul 09.45 WIB, Massa Aksi bersiap, berbaris keluar Kamasan, Long March menuju Titik Nol KM. Pukul 10.00 WIB, Kapolresta Yogyakarta, Armaini, menghalangi massa aksi bergerak ke Titik Nol, dengan alasan ada massa tandingan dari ormas Paksi Katon dan FJR. Kapolres bersikeras agar Massa Aksi KAMRAT berpindah lokasi aksi. Pukul 10.10 WIB, Negosiator, Korlap Aksi dan pendamping hukum dari LBH Yogyakarta melakukan perundingan dengan Kapolres agar Massa Aksi tetap bisa bergerak menuju Titik Nol KM. Pukul 11.00 WIB, Perundingan berjalan alot dan akhirnya massa aksi berkompromi dan akan be...

Yogyakarta–1 Mei 2019. Aliansi yang tergabung dalam Komite aksi Mayday untuk Rakyat (KAMRAT

Yogyakarta–1 Mei 2019. Aliansi yang tergabung dalam Komite aksi Mayday untuk Rakyat (KAMRAT) hidadang oleh aparatur kepolisian Yogyakarta. Dampak dari prmblokadean jalan yang dilakukan oleh aparat kepolisian mengakibatkan aktivitas warga peguna jalan Kusuma Negara Yogyakarta terganggu. Awalnya, massa aksi hendak melakukan aksi damai dalam bentuk long-march menuju titik Nol (0) Km, sesuai degan surat pemberitahuan aksi yang di berikan kepada pihak kepolisian pada tgl 29 Mei. Anehnya aksi yang baru dimulai lansung dihadang degan alasan titik nol rawan?. Padahal, selain Aliansi kamrade, ada beberapa Aliansi lain yang juga melakukan aksi dalam memeprugati hari buruh Internasional di Titik nol Km. Artinya, jelas bahwa, aparat kepolisian yang Rasis, berdiri sebagai garis depan untuk untuk melindungi kepentingan elit politik borjuasi nasional yang selama ini menindas dan penjajah rakyatnya sendiri. Selain rakyat yang menjadi korban, kepolisian dgn jelas menghancurkan Konstitusi (Pa...