Kepada kamerad--kaum muda-mahasiswa yang adalah bagian dari rakyat (West Papua) Pejuang--yang sedang berada di garis perjuangan Pembebasan Nasional Papua Barat.
Di Periode Eksploitasian Kapitalisme yang semakin ganas ini telah-sedang menunjukan situasi yang krusial, bersama genjang-genjot dengan tindakan kolonisasi di muka bumi ini, West Papua. Periode kolonisasi West Papua iyalah dimana situasi tidak hanya eksploitasian komoditi dan akumulasi kapital, juga membentuk nalar dan watak manusia dengan mengendalikan alat kontrol pikiran. Manusia Papua, khususnya Intelektual, semakin apatis terhadap keberadaan sosial rakyat Papua. Proses dehumanisasi dan depopulasi manusia beserta pengendalian pikiran manusia yang terkontrol dalam struktur sistim penindasan yang tersistematis.
Kita tahu bersama bahwa, Indonesia, Negara dengan Infrastruktur dan Suprastruktur menindas rakyat di Nusantara ini. Sistim Negara yang terpusat di Jakarta; dengan Parlementer dan Undang-Undang yang digarap sesuai kebutuhan kaum penguasa dan pemodal; alat propaganda yang didominasi; Sistim Pendidikan yang sangat menguras ekonomi dan mengasingkan nalar pemberontak, dan menghegemoni fikiran kaum intelek melalui ilmu pengetahuan yang berasal dari filsafat Idealisme (ilmu pengetahuan borjuis); dan aparatus represif negara (militer), Semua di kendalikan oleh segelintir orang yang menguasai Negara, menjadikan Negara sebagai alat kekuasaan yang menindas rakyat—Negara Justru menciptakan Keserakahan umat manusia di Negeri ini.
Kita tahu, Negara itu dikuasai oleh Segelintir orang; atas kebijakan dan tindakannya melalui aparatus Reaksioner, telah membuat rakyat menderita diatas negerinya sendiri. Penindasan sedang kita rasahkan; Pembunuhan dan penggusuran sedang kita saksikan; Korupsi, pengejaran, diskriminasi, Penangkapan, Pemenjarahan, hingga pembunuhan sedang marak di negeri ini.
Namun rakyat semakin mati rasa, teralienasi dengan hegemoni kolonialisme.
Diatas situasi yang sedang darurat ini, kemudian kita telah berada pada posisi yang semakin krisis/(terus) membutuhkan materi dan semangat Juang, kamerad. Untuk terus mengasah/mengideologisasi perjuangan.
*) Materi
Kebutuhan kita hari ini adalah materi. Materi tak harus, dan tak mungkin datang dari langit. semua telah ada/tersediah dibumi yang kita huni ini, disekeliling kita berada/berkembang: Histori. Antagonisme klas penindas dan tertindas yang terus berkontradiktif, gerakan pemisahan bangsa untuk menentukan nasibnya sesuai kehendaknya dan hubungannya dengan basis produksinya yang telah memanifestasi terjadinya pergolakan, yang hingga saat ini belum terdamaikan. Itu lah materinya mengapa rakyat terjajah berjuang!
West Papua adalah wilayah yang sedang kolonisasi. Kolonisasi ini jangan dilihat pada batasan-batasan Indonesia dan etnisnya. Indonesia, dengan Lembaga Negara telah berkolaborasi dengan kaum Birokrat-kapitalis dan Imperialis, yang disebut bebas berinvestasi dan dagang murah. Tak cukup hanya itu. Jika kita melihat lebih jauh, kapitalisme juga mempunyai sebuah senjatah jarak jauh, budaya menguasai (hegemoni) untuk memenjarah kaum tertindasd dari nalar pemberontak, ide dan filsafat revolusioner yang sesungguhnya. Itulah yang disebut Negara dengan aparatus Ideologis dan aparatus Reaksioner. Maka, Negara adalah kebutuhan penting bagi kaum penguasa untuk menguasai secara Ideologis dan bertindak atas keutuhan akses kepentingannya. Pada proses krisis, dunia lagi menunjukan persoalan, Negara juga menyiapkan proses penyelesaian masalah dengan cara mengkamuflase (perubahan bentuk, rupa) dikatomi-dikatomi yang melekat dalam eksistensi manusia.
Kaum tertindas tak bisa mengharapkan kemerdekaan itu datang dari luar sana. Sebab Kemerdekaan adalah wujud dari Kedaruratan dalam Negeri. Wujud Kedaruratan adalah sebuah kontradiktif bangsa West Papua yang ingin merdeka/bebas dari penindasan. Sebuah atmosfir perlawanan yang dinamik dan berkembang besar.
Telah berumur 55 tahun pergerakan perjuangan pembebasan Bangsa Papua dalam historisnya. Historis yang sangat panjang dan proses pendewasan dalam perjuangan kita. Proses historis ini telah disertai dengan perubahan-perubahan dalam lompatan kualitatif—hingga mencapai pada perdebatan nation dan Ideologisasi perjuangan sebagai proses sebuah bangsa-negara yang “merdeka”.
“Kemerdekaan” yang sedang diperjuangkan dan dicita-citakan adalah bukan sebuah kemerdekaan yang mengantarkan semangatnya sampai pada pintu gerbang kemerdekaan. Historis pergerakan bangsa Papua, yang saat ini pun sedang memperjuangkan aspirasi dan kemauan Politik Rakya Papua Barat. iyalah Hak Penentuan Nasib Sendiri. Sebuah bangsa yang merdeka, mandiri dan sejahtera secara Ekonomi, adil secara sosial, Demokratis secara politik, dan membangun watak kebudayaan nasional yang satu. Itu lah cita-cita yang sedang kita garap dalam perjuangan; dan cita-cita itu bukan sesuatu yang mustahil konstan. Terus berdialetika pada setiap kontradiksi yang terus melahirkan perubahan-perubahan dalam skala kuantitatif.
*) Semangat Juang
Namun orang Papua semakin membisu akibat kekerasan dan dominasi penguasa yang membungkam semua sektor kehidupan, alam gerak untuk melawan. Artinya belum menunjukan syarat kedaruratan. Sebab berjuang untuk pembebasan adalah tindakan sadar dari kaum tertindas, dari orang-orang Papua sebagai subjek tertindas. Tapi diam bukan berarti mundur.
Perjuangan yang panjang adalah kesimpulan dari proses semangat juang kita, yang terus berdialetika pada hukum-hukum alam itu sendiri.
Semangat juang kita, Perlawanan bangsa West Papua terhadap penguasa yang datang bergantian—Belanda, kini Amerika Serikat tuannya Kolonialis Indonesia—telah mengalami perubahan dalam loncatan-loncatan kualitatif. Narasinya, Setelah Gerakan Tradisional yang bergolak wilayah-lokal yang terisolir (1835-1960 an), perlawanan atas dorongan perbedaan etnis, telah mengalami perubahan secara kualitatif pada periode bangkitnya persatuan sebuah nation Papua, yang ditandai dengan pengibaran Bendera Pada 1 Desember 1961. Sejak 1961. Sejak itu hingga sampai saat ini telah mengalami perubahan ke arah kemajuan dalam melihat siapa musuh rakyat sesungguhnya; dan melihat Papua secara utuh untuk membangun sebuah Bangsa (nation) yang baru.
Jadi Pendek kata, gerakan perbedaan etnis, yang bernegasi ke gerakan nasional (bangsa), kini sedang mentransformasi ke gerakan perlawanan yang ber-ideologis. Itu bukti semangat juang kita.
Artinya melalui historis perjuangan yang panjang, iyalah proses pendewasaannya, Pergerakan tidak bisa terus-teruskan melandasi semangat juang kita dengan dorongan Ras, Suku, agama, dan entitas, dan semua hal yang tidak akan bertahan lama dalam perkembangan sosial-masyarakat yang terus berkontradiksi pada dialetika hukum gerak. Pembangunan gerakan perlawanan kita, tak bisa lagi berlandaskan pada sebuah perasaan bahwa semua orang Papua adalah kawan dan semua orang bukan Papua adalah lawan. Sebab, setiap manusia dibentuk dalam kesadarannya sesuai dimana Ia berinteraksi. Kita lihat saja kondisi hari ini. Semua sumber-sumber ilmu pengetahuan dikendalikan oleh penguasa beserta aparatus Ideologinya; sedang aparatus Reaksionernya berada disetiap rung lingkup gerak rakyat Papua; dan mereka mendominasi dalam hal hegemoni dan keberadaannya.
Maka, tekankan lagi soal “semua orang Papua adalah bukan kawan dan semua orang non Papua adalah lawan” bahwa semangat juang kita tak bisa mendasari dengan perasaan marga, suku, ras, agama, dan sebagainya, yang tak tentu bertahan lama (bukan tidak penting). Begitu pula semua orang non Papua adalah bukan Musuh kita. Musuh kita jelas! Imperialisme, tuannya Kolonialisme dan Militerisme. Seorang Che Guevara, yang berasal dari Argentina (bukan darah Kuba) dapat menuntun/mengantarkan Revolusi Kuba; dan telah melahirkan rakyat kuba yang “baru”. Che Guevara; revolusi Kuba membawa mimpi yang baik untuk hari ini. Atau orang-orang Indonesia yang berjuang untuk pembebasan Nasioal West Papua, mereka ada digaris perjuangan dengan konsekwensi yang sama. Dan tentu tindakan mereka, selain melawan kolonialisme Indonesia, juga melawan rasisme yang terhegemoni dalam manusia-manusia yang ada di Papua (entah orang Papua dan non Papua).
Kita tidak bisa meletakan semangat yang terikat pada kedaerahan (lokalis) atau mendasari semangat juang kita pada perasaan-perasaan yang tak akan bertahan lama. Sebab dunia ini selalu mengalami perubahan, dan tentunya manusia Papua dulu dan hari ini tak sama. Dari segi proses perubahan tentu kita tak bisa melihat dengan batasan-batasan tertentu pada intriksiknya saja. Setiap kontradiksi selalu mengalami perubahan secara mendadak dalam skala kuantitas, yang dipengaruhi oleh hukum sebab-akibat.
Maka, perasaan-perasaan subjektif dan idealis, bila masih tersimpan dan menjadi semangat juang Anda, segerah lah buang jauh-jauh dari muka bumi ini (kita berbicara konteks perjuangan pembebasan bangsa West Papua dan membangun persatuan gerak-bersama yang akan membentuk masa depan bangsa yang baru).
Sebagai Pemuda-Mahasiswa Papua, yang adalah bagian dari rakyat terjajah, Bangsa West Papua; juga bagian dari rakyat pejuang pembebasan nasional West Papua, tugas kita terus membaca, menulis, diskusi, melakukan aksi perlawanan terhadap musuh-musuh rakyat; bangun kekuatan mahasiswa dan rakyat pejuang sebagai perjuangan yang terintegral dalam Perjuangan Pembebasan Nasional, terus melakukan kerja2 penyadaran dan pengkaderan; bersolidaritas; terutama mendorong Syarat (mendesak) lain Pembebasan Nasional, yakni bangun Persatuan Nasional di Dalam Negeri.
Jhon Gobai
Ketua Umum
Aliansi Mahasiswa Papua
Di Periode Eksploitasian Kapitalisme yang semakin ganas ini telah-sedang menunjukan situasi yang krusial, bersama genjang-genjot dengan tindakan kolonisasi di muka bumi ini, West Papua. Periode kolonisasi West Papua iyalah dimana situasi tidak hanya eksploitasian komoditi dan akumulasi kapital, juga membentuk nalar dan watak manusia dengan mengendalikan alat kontrol pikiran. Manusia Papua, khususnya Intelektual, semakin apatis terhadap keberadaan sosial rakyat Papua. Proses dehumanisasi dan depopulasi manusia beserta pengendalian pikiran manusia yang terkontrol dalam struktur sistim penindasan yang tersistematis.
Kita tahu bersama bahwa, Indonesia, Negara dengan Infrastruktur dan Suprastruktur menindas rakyat di Nusantara ini. Sistim Negara yang terpusat di Jakarta; dengan Parlementer dan Undang-Undang yang digarap sesuai kebutuhan kaum penguasa dan pemodal; alat propaganda yang didominasi; Sistim Pendidikan yang sangat menguras ekonomi dan mengasingkan nalar pemberontak, dan menghegemoni fikiran kaum intelek melalui ilmu pengetahuan yang berasal dari filsafat Idealisme (ilmu pengetahuan borjuis); dan aparatus represif negara (militer), Semua di kendalikan oleh segelintir orang yang menguasai Negara, menjadikan Negara sebagai alat kekuasaan yang menindas rakyat—Negara Justru menciptakan Keserakahan umat manusia di Negeri ini.
Kita tahu, Negara itu dikuasai oleh Segelintir orang; atas kebijakan dan tindakannya melalui aparatus Reaksioner, telah membuat rakyat menderita diatas negerinya sendiri. Penindasan sedang kita rasahkan; Pembunuhan dan penggusuran sedang kita saksikan; Korupsi, pengejaran, diskriminasi, Penangkapan, Pemenjarahan, hingga pembunuhan sedang marak di negeri ini.
Namun rakyat semakin mati rasa, teralienasi dengan hegemoni kolonialisme.
Diatas situasi yang sedang darurat ini, kemudian kita telah berada pada posisi yang semakin krisis/(terus) membutuhkan materi dan semangat Juang, kamerad. Untuk terus mengasah/mengideologisasi perjuangan.
*) Materi
Kebutuhan kita hari ini adalah materi. Materi tak harus, dan tak mungkin datang dari langit. semua telah ada/tersediah dibumi yang kita huni ini, disekeliling kita berada/berkembang: Histori. Antagonisme klas penindas dan tertindas yang terus berkontradiktif, gerakan pemisahan bangsa untuk menentukan nasibnya sesuai kehendaknya dan hubungannya dengan basis produksinya yang telah memanifestasi terjadinya pergolakan, yang hingga saat ini belum terdamaikan. Itu lah materinya mengapa rakyat terjajah berjuang!
West Papua adalah wilayah yang sedang kolonisasi. Kolonisasi ini jangan dilihat pada batasan-batasan Indonesia dan etnisnya. Indonesia, dengan Lembaga Negara telah berkolaborasi dengan kaum Birokrat-kapitalis dan Imperialis, yang disebut bebas berinvestasi dan dagang murah. Tak cukup hanya itu. Jika kita melihat lebih jauh, kapitalisme juga mempunyai sebuah senjatah jarak jauh, budaya menguasai (hegemoni) untuk memenjarah kaum tertindasd dari nalar pemberontak, ide dan filsafat revolusioner yang sesungguhnya. Itulah yang disebut Negara dengan aparatus Ideologis dan aparatus Reaksioner. Maka, Negara adalah kebutuhan penting bagi kaum penguasa untuk menguasai secara Ideologis dan bertindak atas keutuhan akses kepentingannya. Pada proses krisis, dunia lagi menunjukan persoalan, Negara juga menyiapkan proses penyelesaian masalah dengan cara mengkamuflase (perubahan bentuk, rupa) dikatomi-dikatomi yang melekat dalam eksistensi manusia.
Kaum tertindas tak bisa mengharapkan kemerdekaan itu datang dari luar sana. Sebab Kemerdekaan adalah wujud dari Kedaruratan dalam Negeri. Wujud Kedaruratan adalah sebuah kontradiktif bangsa West Papua yang ingin merdeka/bebas dari penindasan. Sebuah atmosfir perlawanan yang dinamik dan berkembang besar.
Telah berumur 55 tahun pergerakan perjuangan pembebasan Bangsa Papua dalam historisnya. Historis yang sangat panjang dan proses pendewasan dalam perjuangan kita. Proses historis ini telah disertai dengan perubahan-perubahan dalam lompatan kualitatif—hingga mencapai pada perdebatan nation dan Ideologisasi perjuangan sebagai proses sebuah bangsa-negara yang “merdeka”.
“Kemerdekaan” yang sedang diperjuangkan dan dicita-citakan adalah bukan sebuah kemerdekaan yang mengantarkan semangatnya sampai pada pintu gerbang kemerdekaan. Historis pergerakan bangsa Papua, yang saat ini pun sedang memperjuangkan aspirasi dan kemauan Politik Rakya Papua Barat. iyalah Hak Penentuan Nasib Sendiri. Sebuah bangsa yang merdeka, mandiri dan sejahtera secara Ekonomi, adil secara sosial, Demokratis secara politik, dan membangun watak kebudayaan nasional yang satu. Itu lah cita-cita yang sedang kita garap dalam perjuangan; dan cita-cita itu bukan sesuatu yang mustahil konstan. Terus berdialetika pada setiap kontradiksi yang terus melahirkan perubahan-perubahan dalam skala kuantitatif.
*) Semangat Juang
Namun orang Papua semakin membisu akibat kekerasan dan dominasi penguasa yang membungkam semua sektor kehidupan, alam gerak untuk melawan. Artinya belum menunjukan syarat kedaruratan. Sebab berjuang untuk pembebasan adalah tindakan sadar dari kaum tertindas, dari orang-orang Papua sebagai subjek tertindas. Tapi diam bukan berarti mundur.
Perjuangan yang panjang adalah kesimpulan dari proses semangat juang kita, yang terus berdialetika pada hukum-hukum alam itu sendiri.
Semangat juang kita, Perlawanan bangsa West Papua terhadap penguasa yang datang bergantian—Belanda, kini Amerika Serikat tuannya Kolonialis Indonesia—telah mengalami perubahan dalam loncatan-loncatan kualitatif. Narasinya, Setelah Gerakan Tradisional yang bergolak wilayah-lokal yang terisolir (1835-1960 an), perlawanan atas dorongan perbedaan etnis, telah mengalami perubahan secara kualitatif pada periode bangkitnya persatuan sebuah nation Papua, yang ditandai dengan pengibaran Bendera Pada 1 Desember 1961. Sejak 1961. Sejak itu hingga sampai saat ini telah mengalami perubahan ke arah kemajuan dalam melihat siapa musuh rakyat sesungguhnya; dan melihat Papua secara utuh untuk membangun sebuah Bangsa (nation) yang baru.
Jadi Pendek kata, gerakan perbedaan etnis, yang bernegasi ke gerakan nasional (bangsa), kini sedang mentransformasi ke gerakan perlawanan yang ber-ideologis. Itu bukti semangat juang kita.
Artinya melalui historis perjuangan yang panjang, iyalah proses pendewasaannya, Pergerakan tidak bisa terus-teruskan melandasi semangat juang kita dengan dorongan Ras, Suku, agama, dan entitas, dan semua hal yang tidak akan bertahan lama dalam perkembangan sosial-masyarakat yang terus berkontradiksi pada dialetika hukum gerak. Pembangunan gerakan perlawanan kita, tak bisa lagi berlandaskan pada sebuah perasaan bahwa semua orang Papua adalah kawan dan semua orang bukan Papua adalah lawan. Sebab, setiap manusia dibentuk dalam kesadarannya sesuai dimana Ia berinteraksi. Kita lihat saja kondisi hari ini. Semua sumber-sumber ilmu pengetahuan dikendalikan oleh penguasa beserta aparatus Ideologinya; sedang aparatus Reaksionernya berada disetiap rung lingkup gerak rakyat Papua; dan mereka mendominasi dalam hal hegemoni dan keberadaannya.
Maka, tekankan lagi soal “semua orang Papua adalah bukan kawan dan semua orang non Papua adalah lawan” bahwa semangat juang kita tak bisa mendasari dengan perasaan marga, suku, ras, agama, dan sebagainya, yang tak tentu bertahan lama (bukan tidak penting). Begitu pula semua orang non Papua adalah bukan Musuh kita. Musuh kita jelas! Imperialisme, tuannya Kolonialisme dan Militerisme. Seorang Che Guevara, yang berasal dari Argentina (bukan darah Kuba) dapat menuntun/mengantarkan Revolusi Kuba; dan telah melahirkan rakyat kuba yang “baru”. Che Guevara; revolusi Kuba membawa mimpi yang baik untuk hari ini. Atau orang-orang Indonesia yang berjuang untuk pembebasan Nasioal West Papua, mereka ada digaris perjuangan dengan konsekwensi yang sama. Dan tentu tindakan mereka, selain melawan kolonialisme Indonesia, juga melawan rasisme yang terhegemoni dalam manusia-manusia yang ada di Papua (entah orang Papua dan non Papua).
Kita tidak bisa meletakan semangat yang terikat pada kedaerahan (lokalis) atau mendasari semangat juang kita pada perasaan-perasaan yang tak akan bertahan lama. Sebab dunia ini selalu mengalami perubahan, dan tentunya manusia Papua dulu dan hari ini tak sama. Dari segi proses perubahan tentu kita tak bisa melihat dengan batasan-batasan tertentu pada intriksiknya saja. Setiap kontradiksi selalu mengalami perubahan secara mendadak dalam skala kuantitas, yang dipengaruhi oleh hukum sebab-akibat.
Maka, perasaan-perasaan subjektif dan idealis, bila masih tersimpan dan menjadi semangat juang Anda, segerah lah buang jauh-jauh dari muka bumi ini (kita berbicara konteks perjuangan pembebasan bangsa West Papua dan membangun persatuan gerak-bersama yang akan membentuk masa depan bangsa yang baru).
Sebagai Pemuda-Mahasiswa Papua, yang adalah bagian dari rakyat terjajah, Bangsa West Papua; juga bagian dari rakyat pejuang pembebasan nasional West Papua, tugas kita terus membaca, menulis, diskusi, melakukan aksi perlawanan terhadap musuh-musuh rakyat; bangun kekuatan mahasiswa dan rakyat pejuang sebagai perjuangan yang terintegral dalam Perjuangan Pembebasan Nasional, terus melakukan kerja2 penyadaran dan pengkaderan; bersolidaritas; terutama mendorong Syarat (mendesak) lain Pembebasan Nasional, yakni bangun Persatuan Nasional di Dalam Negeri.
Jhon Gobai
Ketua Umum
Aliansi Mahasiswa Papua
Comments