Masih tentang dehumanisasi, manusia anggap manusia lain tidak setara. Pada kasus Lukas Enembe dan Pemuda Korban Penyiksaan dengan Ular, selain diskriminasi rasial oleh kolonial, berlaku juga diskiminasi sosial. Dilakukan orang Papua yang bersolidaritas berdasarkan kategori sosial.
Kalau Lukas Enembe itu seorang pemuda biasa yang dililiti ular/disiska oleh Polisi; atau kalau LE itu salah satu warga Nduga yang disiksa, lari mengungsi, atau mati terkapar peluru kolonial (seperti Pdt.Gemin Nirigi di Mapnduma), akankah ada solidaritas ribuan rakyat duduki kantor Gubernur Papua? Disinilah berlaku dehumanisasi -diskriminasi sosial.
Ini penyakit warisan kapitalis-kolonial yang hinggapi ruang kesadaran manusia Papua. Kapitalisme adalah aktor yang mengkategorikan manusia berdasarkan kelas sosial. Hegemoni kapitalis itu pintar "memanusiakan" kelas penguasa/penindas, dan "membinatangkan" kelas tertindas. Mahluk ini bisa buat kita membela kejahatan seperti slogan "NKRI harga mati", dan membunuh kebenaran seperti slogan "separatisme musuh negara".
Memang Karl Marx bilang ekonomi pangkal kesadaran, yang oleh Antonio Gramski mengurainya dalam teori hegemoni kelas. Kebenaran milik penguasa, sebagai ukuran menilai harga diri dan martabat manusia. Adalah objektif dan wajar diperjuangkan oleh manusia Papua yang ada dalam "kandang babi" kekuasaan kolonial Indonesia.
Tapi tidak merubah status sebagai "babi peliharaan" dalam kolonial yang sedang mencari keadilan sambil tunggu waktu sembeli oleh pemilik kolonial. Artinya, makna pencarian keadilan itu benar, agar nafsu makan dan minum dalam kandang itu tetap terjaga dan jangan diganggu. Tapi fakta perburuan "babi liar" di rimba Ndugama adalah kejahatan kemanusiaan yang harus dibela. Itulah perjuangan memanusikan manusia Papua yang dipandang setengah binatang.
Kolonialisme dan kapitalisme itu perusak kesetaraan manusia. Yang memperkaya segelintir manusia dan memiskinkan banyak manusia lain. Yang menindas manusia lain demi uang, jabatan dan kehormatan segelintir manusia. Penghormatan pada nilai kemanusiaan itu relatif, tergantung kepentingan dan nafsunya. Seperti Amerika Serikat yang sedang menjatuhkan kepemimpinan sosialisme Maduro di Venezuela atas nama HAM dan Demokrasi.
Seperti skenario propaganda kolonial Indonesia yang mengalihkan opini dan pantauan rakyat Papua dan dunia internasional terhadap kejahatan operasi militer besar-besaran yang sedang berlangsung di Nduga. Budaya pura-pura, budaya pencuri, penipu, budaya adu-domba atas nama suku dan golongan itu budaya kolonial.
Biarlah Papua tetap utuh dan setara! agar one people one soul tetap bersemayam dalam sanubari. Menjadi cita dan cinta yang harus diperjuangkan tanpa dikotomi identitas, dan kategori sosial. Tetapi kalau Akut Sorong diinterogasi dengan ular tidak perlu dibela! titik!
Oleh : Kamrade Viktor
Kalau Lukas Enembe itu seorang pemuda biasa yang dililiti ular/disiska oleh Polisi; atau kalau LE itu salah satu warga Nduga yang disiksa, lari mengungsi, atau mati terkapar peluru kolonial (seperti Pdt.Gemin Nirigi di Mapnduma), akankah ada solidaritas ribuan rakyat duduki kantor Gubernur Papua? Disinilah berlaku dehumanisasi -diskriminasi sosial.
Ini penyakit warisan kapitalis-kolonial yang hinggapi ruang kesadaran manusia Papua. Kapitalisme adalah aktor yang mengkategorikan manusia berdasarkan kelas sosial. Hegemoni kapitalis itu pintar "memanusiakan" kelas penguasa/penindas, dan "membinatangkan" kelas tertindas. Mahluk ini bisa buat kita membela kejahatan seperti slogan "NKRI harga mati", dan membunuh kebenaran seperti slogan "separatisme musuh negara".
Memang Karl Marx bilang ekonomi pangkal kesadaran, yang oleh Antonio Gramski mengurainya dalam teori hegemoni kelas. Kebenaran milik penguasa, sebagai ukuran menilai harga diri dan martabat manusia. Adalah objektif dan wajar diperjuangkan oleh manusia Papua yang ada dalam "kandang babi" kekuasaan kolonial Indonesia.
Tapi tidak merubah status sebagai "babi peliharaan" dalam kolonial yang sedang mencari keadilan sambil tunggu waktu sembeli oleh pemilik kolonial. Artinya, makna pencarian keadilan itu benar, agar nafsu makan dan minum dalam kandang itu tetap terjaga dan jangan diganggu. Tapi fakta perburuan "babi liar" di rimba Ndugama adalah kejahatan kemanusiaan yang harus dibela. Itulah perjuangan memanusikan manusia Papua yang dipandang setengah binatang.
Kolonialisme dan kapitalisme itu perusak kesetaraan manusia. Yang memperkaya segelintir manusia dan memiskinkan banyak manusia lain. Yang menindas manusia lain demi uang, jabatan dan kehormatan segelintir manusia. Penghormatan pada nilai kemanusiaan itu relatif, tergantung kepentingan dan nafsunya. Seperti Amerika Serikat yang sedang menjatuhkan kepemimpinan sosialisme Maduro di Venezuela atas nama HAM dan Demokrasi.
Seperti skenario propaganda kolonial Indonesia yang mengalihkan opini dan pantauan rakyat Papua dan dunia internasional terhadap kejahatan operasi militer besar-besaran yang sedang berlangsung di Nduga. Budaya pura-pura, budaya pencuri, penipu, budaya adu-domba atas nama suku dan golongan itu budaya kolonial.
Biarlah Papua tetap utuh dan setara! agar one people one soul tetap bersemayam dalam sanubari. Menjadi cita dan cinta yang harus diperjuangkan tanpa dikotomi identitas, dan kategori sosial. Tetapi kalau Akut Sorong diinterogasi dengan ular tidak perlu dibela! titik!
Oleh : Kamrade Viktor
Comments