Oleh : Naftall Tipagau
Utang Sukarno Melonjak Demi Merebut Papua Barat Dari Belanda Dan Freepot Deal Demi Melunasi Utang Luar Negeri
West Papua | Minggu, 05 April 2019 |
Sukarno Betapa Gelisah Selama Papua Barat Masih Dibawa Administrasi Belanda, Setelah Mendeklarasikan Tri Komando Rakyat, Sukarno Bertekad Merebut Wilayah Papua Dengan Jalan Apapun: Perang Atau Damai.
“Trikomando Berarti Agar Supaya Kita Memasukkan Papua Barat Itu Kedalam Wilayah Kekuasaan Republik Indonesia Dengan Segala Jalan. Pegang Teguh Perkataan Ini: Dengan Segala Jalan!” Seru Sukarno Dalam Pidato “ Merebut Papua Barat Dengan Segala Jalan” Di Depan Mahasiswa Akademi Pembangunan Nasional Yogyakarta, 18 Maret 1962.
Selama Merebut Papua Barat, Indonesia Mengalami Krisis Ekonomi Yang Cukup Parah. Indonesia Telah Menanggung Beban Ekonomi Akibat Menasionalisasi Perusahaan Belanda. Beban Indonesia Ini Semakin Berat Dengan Penumpukan Utang Lewat Pembelian Persenjataan Dari Uni Soviet, Demi Merebut Papua Dari Belanda. Hampir Seluruh Anggaran Belanja Indonesia Terserap Untuk Memperkuat Pertahanan Indonesia Atas Operasi Militernya Di Papua Barat.
Dalam Penelitian Di Cornell University, Franklin B. Weinstein Mencatat, Pada Akhir 1965, Indonesia Memiliki Utang Luar Negeri Sebesar 2,4 Milyar Dolar AS. Sebanyak 1,4 Milyar Dolar AS Berasal Dari Kredit Yang Diberikan Negara-Negara Komunis.
“Penting Untuk Diingat Bahwa Kredit Dari Negara-Negara Komunis Itu Sebagian Besar Berupa Bantuan Militer Yang Berhubungan Dengan Kampanye "Papua Barat, Bukan Bantuan Ekonomi,” Tulis Weinstein Dalam Indonesian Foreign Policy and The Dilemma of Independence: From Sukarno To Soeharto.
Sukarno Sebenarnya Bisa Saja Melunasi Jeratan Utang Tersebut. Menurut Sejarawan Belanda Pieter Drooglever, Menjelang Penyerahan Irian Barat Kepada Indonesia, Telah Banyak Investor Asing Yang Mengintip Dan Meneliti Kekayaan Wilayah Papua Dikala Itu. Salah Satu Diantaranya Perusahaan Tambang Amerika, Freeport Sulphur. Freeport Sudah Menyiapkan Rencana Eksploitasi blBesar-Besaran.
“Namun Ada Satu Kendala,” Kata Drooglever Dalam Magnum Opus Tindakan Pilihan Bebas!: Orang Papua Dan Penentuan Nasib Sendiri. “Di Bawah Sukarno Tidak Ada Perusahaan Luar Negeri Yang Diizinkan.”
Soeharto: Curang Demi Modal Asing
Kesempatan Tiba Ketika Soeharto Menjadi Pejabat Presiden. Pada Awal 1967, Pintu Untuk Modal Asing Dibuka Melalui Undang-Undang No. 1 Yang Mengatur Tentang Penanaman Modal Asing (UUPMA). Dengan UUPMA, Freeport Yang Sedari Lama Mengincar Wilayah Konsesi Di Papua Barat Ketiban Rejeki Nomplok.
Kontrak Kerja Sama Antara Pemerintah Indonesia Dan Freeport Ditandatangani Pada 7 April 1967. Namun Mufakat Itu Terganjal Kewajiban Indonesia Untuk Mengadakan Penentuan Pendapat Bagi Rakyat Papua (Pepera). Sebagai Konsekuensi Perjanjian New York, Orang Papua Dihadapkan Pada Pilihan Untuk Integrasi Dengan Republik Atau Tidak.
Untuk Mengatasi Pepera, Soeharto Menunjuk Orang Kepercayannya, Ali Murtopo, Perwira Intelijen Yang Dikenal Mahir Merancang Operasi Khusus. Menurut Sejarawan Australia, Robert Edward Elson, Ali Murtopo Diinstruksikan Untuk Mengambil Langkah Yang Diperlukan Guna Memastikan Rakyat Papua Memberikan Suara Setuju Berintegrasi. Dalam Praktiknya, Ali Memadukan Kebijakan Persuasi (Baca: Membujuk Dan Menyuap) Dan Intimidatif Untuk Menakut-Nakuti Orang Papua.
Di Bawah Pimpinan Brigjen Sarwo Edhie Yang Menjabat Panglima Kodam Cenderawasih, Rakyat Papua Tak Diizinkan Mengungkapkan Keinginan Apapun Untuk Merdeka. “Serta Dengan Leluasa Menahan Mereka Yang Berani Menyuarakan Pendapat-Pendapat Itu,” Tulis Elson Dalam Suharto: A Political Biography.
Di Jakarta, Lanjut Elson, Soeharto Juga Melakoni Cara Yang Kurang Lebih Sama. Hadiah Dan Barang-Barang Konsumsi Dalam Jumlah Amat Besar Dikirimkan Ke Papua Barat. Gratifikasi Itu Dibagi-Bagikan Kepada Para Kepala Suku Yang Berpengaruh Dan Para Wakil Rakyat.
Jelang Sidang Pepera, Ali Murtopo Memastikan Orang-Orang Papua Yang Pro-Integrasi Hadir Cukup Banyak. Pada Agustus 1969, Sidang Pepera Secara Bulat Menghasilkan Suara Setuju Sebagaimana Yang Diharapkan Pemerintah Indonesia Karena Ditekankan Oleh Militer Indonesia,Soeharto Secara Khusus Menetapkan Papua Barat Sebagai Provinsi Otonom Pada 16 September 1969.
Operasi Khusus Ali Murtopo Berjalan Mulus. Soeharto Bisa Bernapas Lega Karena Kemenangan Pepera Ada Dalam Genggaman. Freeport Pun Dengan Leluasa Merambah Kekayaan Alam Papua.
Oleh : Naftall Tipagau
Sumber : Histori
Utang Sukarno Melonjak Demi Merebut Papua Barat Dari Belanda Dan Freepot Deal Demi Melunasi Utang Luar Negeri
West Papua | Minggu, 05 April 2019 |
Sukarno Betapa Gelisah Selama Papua Barat Masih Dibawa Administrasi Belanda, Setelah Mendeklarasikan Tri Komando Rakyat, Sukarno Bertekad Merebut Wilayah Papua Dengan Jalan Apapun: Perang Atau Damai.
“Trikomando Berarti Agar Supaya Kita Memasukkan Papua Barat Itu Kedalam Wilayah Kekuasaan Republik Indonesia Dengan Segala Jalan. Pegang Teguh Perkataan Ini: Dengan Segala Jalan!” Seru Sukarno Dalam Pidato “ Merebut Papua Barat Dengan Segala Jalan” Di Depan Mahasiswa Akademi Pembangunan Nasional Yogyakarta, 18 Maret 1962.
Selama Merebut Papua Barat, Indonesia Mengalami Krisis Ekonomi Yang Cukup Parah. Indonesia Telah Menanggung Beban Ekonomi Akibat Menasionalisasi Perusahaan Belanda. Beban Indonesia Ini Semakin Berat Dengan Penumpukan Utang Lewat Pembelian Persenjataan Dari Uni Soviet, Demi Merebut Papua Dari Belanda. Hampir Seluruh Anggaran Belanja Indonesia Terserap Untuk Memperkuat Pertahanan Indonesia Atas Operasi Militernya Di Papua Barat.
Dalam Penelitian Di Cornell University, Franklin B. Weinstein Mencatat, Pada Akhir 1965, Indonesia Memiliki Utang Luar Negeri Sebesar 2,4 Milyar Dolar AS. Sebanyak 1,4 Milyar Dolar AS Berasal Dari Kredit Yang Diberikan Negara-Negara Komunis.
“Penting Untuk Diingat Bahwa Kredit Dari Negara-Negara Komunis Itu Sebagian Besar Berupa Bantuan Militer Yang Berhubungan Dengan Kampanye "Papua Barat, Bukan Bantuan Ekonomi,” Tulis Weinstein Dalam Indonesian Foreign Policy and The Dilemma of Independence: From Sukarno To Soeharto.
Sukarno Sebenarnya Bisa Saja Melunasi Jeratan Utang Tersebut. Menurut Sejarawan Belanda Pieter Drooglever, Menjelang Penyerahan Irian Barat Kepada Indonesia, Telah Banyak Investor Asing Yang Mengintip Dan Meneliti Kekayaan Wilayah Papua Dikala Itu. Salah Satu Diantaranya Perusahaan Tambang Amerika, Freeport Sulphur. Freeport Sudah Menyiapkan Rencana Eksploitasi blBesar-Besaran.
“Namun Ada Satu Kendala,” Kata Drooglever Dalam Magnum Opus Tindakan Pilihan Bebas!: Orang Papua Dan Penentuan Nasib Sendiri. “Di Bawah Sukarno Tidak Ada Perusahaan Luar Negeri Yang Diizinkan.”
Soeharto: Curang Demi Modal Asing
Kesempatan Tiba Ketika Soeharto Menjadi Pejabat Presiden. Pada Awal 1967, Pintu Untuk Modal Asing Dibuka Melalui Undang-Undang No. 1 Yang Mengatur Tentang Penanaman Modal Asing (UUPMA). Dengan UUPMA, Freeport Yang Sedari Lama Mengincar Wilayah Konsesi Di Papua Barat Ketiban Rejeki Nomplok.
Kontrak Kerja Sama Antara Pemerintah Indonesia Dan Freeport Ditandatangani Pada 7 April 1967. Namun Mufakat Itu Terganjal Kewajiban Indonesia Untuk Mengadakan Penentuan Pendapat Bagi Rakyat Papua (Pepera). Sebagai Konsekuensi Perjanjian New York, Orang Papua Dihadapkan Pada Pilihan Untuk Integrasi Dengan Republik Atau Tidak.
Untuk Mengatasi Pepera, Soeharto Menunjuk Orang Kepercayannya, Ali Murtopo, Perwira Intelijen Yang Dikenal Mahir Merancang Operasi Khusus. Menurut Sejarawan Australia, Robert Edward Elson, Ali Murtopo Diinstruksikan Untuk Mengambil Langkah Yang Diperlukan Guna Memastikan Rakyat Papua Memberikan Suara Setuju Berintegrasi. Dalam Praktiknya, Ali Memadukan Kebijakan Persuasi (Baca: Membujuk Dan Menyuap) Dan Intimidatif Untuk Menakut-Nakuti Orang Papua.
Di Bawah Pimpinan Brigjen Sarwo Edhie Yang Menjabat Panglima Kodam Cenderawasih, Rakyat Papua Tak Diizinkan Mengungkapkan Keinginan Apapun Untuk Merdeka. “Serta Dengan Leluasa Menahan Mereka Yang Berani Menyuarakan Pendapat-Pendapat Itu,” Tulis Elson Dalam Suharto: A Political Biography.
Di Jakarta, Lanjut Elson, Soeharto Juga Melakoni Cara Yang Kurang Lebih Sama. Hadiah Dan Barang-Barang Konsumsi Dalam Jumlah Amat Besar Dikirimkan Ke Papua Barat. Gratifikasi Itu Dibagi-Bagikan Kepada Para Kepala Suku Yang Berpengaruh Dan Para Wakil Rakyat.
Jelang Sidang Pepera, Ali Murtopo Memastikan Orang-Orang Papua Yang Pro-Integrasi Hadir Cukup Banyak. Pada Agustus 1969, Sidang Pepera Secara Bulat Menghasilkan Suara Setuju Sebagaimana Yang Diharapkan Pemerintah Indonesia Karena Ditekankan Oleh Militer Indonesia,Soeharto Secara Khusus Menetapkan Papua Barat Sebagai Provinsi Otonom Pada 16 September 1969.
Operasi Khusus Ali Murtopo Berjalan Mulus. Soeharto Bisa Bernapas Lega Karena Kemenangan Pepera Ada Dalam Genggaman. Freeport Pun Dengan Leluasa Merambah Kekayaan Alam Papua.
Oleh : Naftall Tipagau
Sumber : Histori
Comments