Skip to main content

Kekayaan Dunia Digenggam Segelintir Orang Kaya (Kapitalis)

Pelajaran VIII
By Danial Indrakusuma on 25 April 2012 pukul 15:27

VIII. Kekayaan Dunia Digenggam Segelintir Orang Kaya (Kapitalis)

1. Pemilik-pemilik perusahaan-perusahaan besar dan bank-bank terkemuka berkumpul untuk membicarakan rencana masa depan mereka. Persidangan diselenggarakan di Paris, Brussels, Roma, New York, St. Petersburg, Tokyo dan London. Kapitalisme harus diselamatkan, dengan cara apapun. “Dahulu, hanya kami, orang-orang Inggris, yang menjalankan perusahaan. Kini, perusahaan-perusahaan dari negeri lain juga sudah berkembang. Bagaimana jadinya nanti?,” tanya Happy Jack, sebagai moderator yang memang berasal dari Inggris ini, kepada para hadirin. “Kebanyakan perusahaan-perusahaan tersebut dikelola dengan lebih baik dan lebih kuat, tetapi sekarang perusahaan-perusahaan Inggris semakin berkurang,” Sir Edward Steel menambahkan. “Aku semalam berada di sebelah timur London, mendengarkan pembicaraan para penganggur. Aku mendengar cerita hebat dan teriakan-teriakan yang menuntut makanan, makanan, makanan,” kata Tuan Cecil Rhodes, sambil menghembuskan asap cerutunya. Mr. Macprofit kelihatan diam saja dengan kening berkerut. Ia berpikir, jika pabrik-pabrik terus ditutup, maka para pekerja akan merampas pabrik-pabrik tersebut dari tangan mereka. “Untuk menghindari perang saudara di Inggris, yang akan melibatkan 40 juta penduduknya, kita harus mendapatkan tanah jajahan baru yang bukan saja bisa menerima penganggur di negeri kita, malah bisa juga menjamin pemasaran barang-barang pabrik dan tambang yang tidak laku dijual di sini,” lanjut Tuan Cecil Rhodes lagi. “Barang-barang yang tak dapat dijual lagi dan ancaman dari kaum buruh. Tetapi, berapa banyak orang yang memikirkan persoalan ini?” pikir Macprofit gelisah. Tiba-tiba ia menukas. “Bahan mentah! Apabila pabrik-pabrik kita pulih kembali, permintaan bahan mentah akan menjadi satu perkara penting. Bahan mentah yang sekarang tidak mencukupi,” Sir Edward Steel tak menggubris, ia seperti sedang menunggu kedatangan seseorang. “Kereta api seharusnya sudah di stasiun sekarang,” ujarnya. Tak lama kemudian. “Tuan-tuan sekalian, aku sungguh berbesar hati karena dapat memperkenalkan kepada Tuan-Tuan semua seorang jurnalis dan petualang: Henry Morton Stanley,” Steel memperkenalkan. Tampak di depan mata hadirin pria dengan penampilan mengesankan, berpakaian pelaut, berkumis, berambut pirang, dengan kulit kecoklatan karena terpanggang sinar matahari. Stanley dengan antusias berbicara kepada para ahli-ahli perdagangan yang hadir. “Aku baru saja pulang dari penjelajahan yang jauh. Satu perjalanan yang telah mengorbankan beratus nyawa manusia tapi hasilnya sangat menggembirakan. Dalam penjelajahan itu, Aku temui sebuah benua yang sedang menunggu kedatangan orang orang kulit putih. AFRIKA! Kita akan menemukan penyelesaian bagi semua masalah yang kita hadapi. Di sana, berjuta-juta manusia masih tidak berbaju. Mereka ingin membeli kain dari perusahaan-perusahaan Tuan. Tuan-Tuan bisa mengusahakan adanya kereta api, membangun jalan raya dan pertambangan di Afrika. Keadaan iklim juga sangat sesuai untuk semua jenis tanaman getah, teh, kopi, coklat, dan bisa mendapatkan tenaga-tenaga kerja yang cukup serta murah di Afrika.” Seisi ruangan menjadi ribut. Para kapitalis berebutan melobi, menelpon, berniat berlomba-lomba ke Afrika. “Afrika sedang menunggu kedatangan kita, yang penting kita harus sampai terlebih dahulu,” terdengar pembicaraan salah seorang dari mereka, yang memang sejak dari tadi berusaha menelpon terlebih dahulu. “Syukurlah kita selamat,” mata mereka seakan berkata demikian. Bodoh! Mereka tidak tahu bahwa mereka sedang menghadapi kehancuran yang, memang, bisa ditunda, tapi tak bisa dielakkan. Maka, kapal-kapal pun berlayar dari Eropa dengan tujuan: AFRIKA HARUS DITAKLUKKAN!

2. Paksaan, perbudakan, dan penipuan yang telah dipraktekkan selama beratus-ratus tahun telah menjadikan para kapitalis Eropa kaya dan kuat di dunia. Mereka begitu kuat sehingga semakin bisa melengkapi tentaranya. Sebuah kapal besar berlayar ke Pantai Afrika penuh dengan prajurit, meriam dan senapan.

3. Perlawanan Afrika. Bagaimana pun, setelah ditindas selama 400 tahun, Afrika sudah bisa dipecah-pecah dan mudah ditembus. Pedagang-pedagang Eropa memecah-belah para kapitalis Afrika agar perusahaa-perusahaan mereka jangan bersatu sesamanya. Oleh karena kelebihan teknologi senjata Eropa, mereka bisa mengalahkan rakyat Afrika yang terpecah belah. Keberanian dan kepahlawanan rakyat Afrika terus menerus menentang penjajahan dengan menumpahkan darah mereka. Suku Metabela dan Mashona bertempur menentang penjajahan dari tahun 1893-1897. Suku Ibo ikut serta sejak tahun 1900. Sedikitnya 24.000 orang korban jatuh dalam pertempuran di Sudan. Suatu pertempuran yang sengit terjadi pada tahun1887, saat kaum Zulu dikalahkan. Burundi pun dikalahkan di antara tahun-tahun 1881-1898. Suku Kilwa memberontak antara tahun1905-1906, yang mengorbankan 120.000 orang. Kaum Hereo mempertahankan diri antara tahun 1901-1906. Di Chad pun, 60.000 orang tewas dalam menentang penjajahan pada tahun 1900. Di Kamerun, kaum Yaonde berperang pada tahun 1896. Di Guinea, gerakan rakyat tidak dapat dipatahkan hingga tahun 1936. Pemberontakan di Botswana terjadi pada tahun 1895. Mesir ditundukkan pada tahun 1882. Perlawanan di Ghana, Mali, Songhai bergolak selama 20 tahun, sebelum akhirnya dapat dipatahkan; dan lain-lainnya. Walaupun demikian, api perlawanan meninggalkan bara yang tak dapat dipadamkan.

4. Bumi Afrika, tahun 1882, dikuasai oleh para penjajah dari Eropa (Inggris, Prancis, Portugal, Spanyol, Italia, Jerman, dan Belgia) hanya di daerah-daerah pesisir saja. Dalam perebutan wilayah di Afrika, tidak jarang perusahaan-perusahaan dari negeri-negeri Eropa saling bersaing dengan hebat, bahkan seringkali dengan perang memperebutkan wilayah-wilayah jajahan di Afrika. Alhasil, pada tahun 1914 Afrika dapat dikuasai sepenuhnya dan dibagi-bagi di antara para imprealis. Inilah negeri-negeri Afrika yang dibagi-bagi di antara mereka: Alzazair, Maroko, Kepulauan Canary, Senegal, Zambia, Guinia Portugis, Siera Leone, Liberia, Pantai Gading, Pantai Emas, Nigeria, Kameron, Kongo, Anggola, Afrika Barat Daya, Betswana, Afrika Selatan, Rhodesia, Mozambique, Madagaskar, Tanzania, Uganda, Kenya, Ethieopia, Sudan, Mesir, Libya, dan Tunisia. Diplomat-diplomat dari berbagai negeri Eropa yang mewakili kepentingan perusahaan bertemu di Eropa untuk membagi-bagi wilayah jajahan di antara mereka. Prancis mendapatkan tanah jajahan yang paling luas, disusul oleh Inggris.

5. Saudara-saudara pembaca, sejak kelahiran kapitalisme di Eropa, banyak uang yang telah dihabiskan dalam prosesnya, banyak pula terjadi pertumpahan darah. Tentu saudara masih ingat, kapitalisme pada mulanya hadir dalam masyarakat feodal dengan membawa barang-barang dagangannya. Kapitalisme gigih dan berusaha kuat membawa ide-ide yang baru. Kapitalisme seolah-olah membawa nafas baru (progresif, maju). Kemudian kapitalisme berhasil menguasai masyarakat. Dahulu, tuan-tuan tanah yang berkuasa, kini kapitalis atau kaum borjuis yang memerintah; agar kapitalis bisa memerintah, perindustrian harus berkembang terlebih dahulu, dan perkembangan tersebut memerlukan uang. Bank-bank memainkan peranan yang penting dalam membantu kapitalis besar dan tangguh, agar lebih besar dan tangguh, tetapi sebaliknya mengancam pertumbuhan kapitalis-kapitalis yang kecil. Pengusaha seperti Willy Rust mati begitu saja karena bank hanya berminat memberi pinjaman kepada kapitalis yang besar dan kuat. Kapitalis besarlah yang paling berkuasa, karena kapitalis besar lah yang dapat menguasai kedua-duanya, bank dan perusahaan. Sekarang, pembaca sekalian, pembicaraan kita telah sampai pada permulaan abad ke-20, zaman yang dekat dengan zaman kita. Untuk memahami pergolakan dunia hari ini, saudara perlu mengetahui sejarahnya.

6. Kapitalis. Di saat perusahaan-perusahaan sibuk memperluas tanah jajahannya di Afrika, para kapitalis masih terus bimbang. “Krisis yang terjadi 20 tahun yang lalu masih terasa hingga hari ini. Hanya beberapa perusahaan besar saja yang terselamatkan. Apakah yang menyebabkan terjadinya krisis? Mengapa bisa terjadi kelebihan produksi sehingga harga turun sangat rendah? Kenapa pula terlalu banyak barang yang diproduksi sehingga banyak barang yang tidak dapat dijual,” pertanyaan-pertanyaan ini terus menghantui kapitalis. Mereka menemukan jawabannya. Jawabannya adalah: PERSAINGAN. Ya, krisis itu disebabkan oleh persaingan bebas. Dan krisis tersebut telah membawa kehancuran kepada kapitalis. Kapitalis pun menemukan ilham. Lalu, seorang kapitalis mengirimkan telegram kepada kapitalis-kapitalis lainnya yang kuat dan besar, yang isinya: “Jika krisis ini dibiarkan terus-menerus, maka pasti akan menghancurkan kita. Kita harus bersatu. Hanya cara ini saja yang akan dapat menyelamatkan kita semua,” tulisnya. Telegram dikirimkan ke seluruh dunia, terutama ke Eropa dan Amerika Serikat. Kapitalis-kapitalis yang menerima telegram itu pun menjawab: “Aku tidak dapat menahan keinginan awalku untuk bersaing.” “Bertanding sudah menjadi darah dagingku.” Atau, “Aku sudah memiliki kekuasaan yang besar dan kuat. Bagaimana aku bisa bekerjasama dengan orang yang setingkat denganku?” “Mustahi cara tersebut akan berhasil.” Mereka awalnya tidak mau bersatu. Lalu, kapitalis yang menyarankan persatuan di antara mereka itu mengancam tidak akan memberikan pinjaman lagi kepada mereka yang menolak. Akhirnya mereka bersedia karena menolak persatuan artinya sama dengan bangkrut. Perusahaan-perusahaan yang selamat memulai kerjasama. Kerjasama yang sebenarnya hanya berwujud di permukaan saja, karena mereka lebih suka saling menghancurkan satu sama lain. Di semua negeri kapitalis, kaum kapitalis bekerjasama, bergandengan tangan satu dengan yang lain, untuk menghindari krisis. Para kapitalis dari seluruh dunia tersebut: K.A. Wallenberg dari Swedia, J.D. Rockfeller dari Amerika Serikat, N.M. Rothschild dari Inggris, G. Krupp dari Jerman dan C.F. Tietgen dari Denmark.

7. Perusahaan-perusahaan pun mulai berubah bentuk menjadi kartel, oligopoli dan monopoli. “Kamilah kartel. Kami bersama-sama mengeluarkan semua jenis besi dan baja yang diperlukan di dalam negeri ini. Kami tidak lagi bersaing sesama kami. Kami telah sepakat untuk hanya mengeluarkan sejumlah besi yang bisa kami jual dan tidak lebih dari itu. Kapitalis adalah kawan setia kami,” kata kapitalis-kapitalis yang menggabungkan diri membentuk kartel. “Kami adalah oligopoli. Kami tidak lagi bersaing sesama kami sendiri. Kamu sudah bersepakat untuk membentuk sebuah perusahaan. Perusahaan kami menghasilkan semua barang elektronik yang diinginkan di dalam negeri ini. Kami menentukan harga yang paling tinggi untuk barang-barang tersebut dan semua orang terpaksa membeli dari kami. Kapitalis berada di pihak kami,” kata para kapitalis yang bergabung membentuk oligopoli. “Aku adalah monopoli. Aku tidak perlu bertanding. Aku sudah mengalahkan semua pihak yang bersaing dengan aku. Sekarang aku dapat menentukan berapa banyak minyak yang pantas aku keluarkan dan berapa pula harganya. Aku adalah sahabat karib kapitalis,” kata Sang Monopolis.

 8. Ini lah cara kapitalis mengatasi krisis, yakni dengan menggabungkan modal mereka. Taktik baru mencapai kejayaan. Pabrik-pabrik pulih seperti sediakala. Penganggur-penganggur kembali bekerja. Dan ada pula di antara mereka yang diberikan gaji yang lebih besar. Semua telah pulih kembali, sekarang. Bagaimanakah hal ini bisa terjadi?

9. Dari surat kabar diperoleh jawaban bagaimana proses pemulihan krisis tersebut ternyata dengan mengorbankan Afrika:
Di Afrika, para kapitalis menjual barang-barang mereka yang tidak laku. Tapi, kebanyakan penduduk Afrika terdiri dari kaum tani. Mereka bekerja sendiri dan mempraktekkan barter untuk memperoleh apa yang mereka kehendaki. Mereka harus dipaksa menggunakan mata uang. Untuk maksud itu, mereka diharuskan: MEMBAYAR PAJAK. “Kalian harus membayar pajak kepada pemerintah,” kata pemerintah. “Kami tidak ada uang,” ujar penduduk Afrika. “Kalau begitu, kalian harus bekerja pada perusahaan untuk memperoleh uang,” hardik pemerintah. Orang-orang Afrika terpaksa membayar pajak dengan menjadi buruh.
Perusahaan-perusahaan berusaha untuk mendapatkan bahan mentah yang murah untuk pabrik-pabrik mereka. Untuk itu, mereka memerlukan pekerja-pekerja di perkebunan dan di gudang. Tapi, kebanyakan penduduk tinggal di kawasan-kawasan yang subur dan sesuai untuk pertanian. Mereka harus diusir dengan: MERAMPAS TANAHNYA. “Aku sudah membeli tanah ini, maka menjadi milikku sekarang,” kata kapitalis. “Tuan tidak boleh membeli tanah. Tanah adalah kepunyaan semua makhluk di bumi ini,” balas penduduk Afrika yang memang menjadikan tanah sebagai milik bersama. “Kau sudah melakukan pelanggaran, masuk ke kawasan tanahku. Kau harus membayar pajak,” kata kapitalis itu. “Kami tidak ada uang untuk membayar pajak,” “Kalau begitu, kau harus keluar dari sini,” kapitalis mengusir dengan bengisnya. “Atau, kalau tak bisa bayar pajak, kau harus bekerja di tambangku atau di perkebunan milikku.” Tanah penduduk Afrika dirampas.
Perusahaan-perusahaan mengeluarkan uang untuk membangun jalan, kereta api, jembatan, rumah, pelabuhan, istana dan tambang. Tapi tak satu pun dari pembangunan tersebut yang memberi manfaat kepada kaum yang membangunnya (pekerja). Dan dengan bekerja sendiri, bercocok tanam saja, sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk sehari-hari, mengapa pula mereka harus bekerja dengan orang asing. Penduduk Afrika harus dikerahkan: MENJADI BURUH PAKSAAN. “Kau dan kau harus bekerja pada perusahaan!” perintah kapitalis. “Kami tidak mau. Kami mau tinggal di sini untuk memanen hasil kebun kami,” petani Afrika menolak dengan keras. “Bukk, bukk, dorr, dorr,” mereka dihajar dengan pukulan dan diancam dengan senapan. “Bagaimana? Sekarang masih membangkang,” ancam kapitalis dengan kejamnya. Petani-petani Afrika tidak berani lagi bersuara. Tak ada pilihan bagi mereka selain menuruti kehendak kapitalis, karena jika tidak, sama halnya dengan menerima penyiksaan bahkan kematian. Penduduk Afrika terpaksa menjadi buruh (paksaan), atau bekerja di tanah mereka sendiri untuk kepentingan kapitalis.
Satu lagi cara mereka untuk mendapatkan pekerja dan bahan mentah dengan gratis, yakni dengan: RAMPASAN DAN PAKSAAN. “Kau diharuskan menanam kopi di ladang kau untuk perusahaan,” paksa kapitalis. “Bagaimana pula dengan makanan kami? Apa yang bisa kami makan?” Tanya penduduk Afrika. “Barangsiapa yang ingkar, tidak mau menanam kopi akan dipotong tangan dan kaki mereka,” balas kapitalis dengan ancaman.

10. Kapitalis dan pemerintah Afrika benar-benar melaksanakan segala ancaman terhadap mereka yang menolak. Penduduk menjadi ketakutan dan terpaksa bekerja memenuhi kemauan kapitalis. Ini lah cerita-cerita mereka:
Assyai (49 tahun): “Pada masa yang lalu, lebih banyak orang yang tinggal di sini. Kami memiliki kebun, pertanian, serta banyak ayam dan kambing. Tetapi itu tujuh tahun yang lalu; sekarang semuanya telah hancur. Kota-kota dihancurkan, kebun dan ladang dibinasakan, ayam dan kambing kami mati. Kami sakit dan terpaksa bekerja melebihi tenaga kami, tanpa upah pula. Kami tidak ada waktu untuk bekerja di ladang kami sendiri. Kami sakit dan kelaparan. Banyak yang telah meninggal.”
Keela (23 tahun): “Daerah kami tak mampu menghasilkan produksi sebanyak yang dikehendaki oleh perusahaan. Untuk memaksa kami kerja lebih keras, mereka mengurung 50 orang perempuan dan anak-anak dalam satu rumah. Mereka dilarang keluar selagi kerja belum selesai. Mereka tidak diberi udara bersih, lampu, makanan dan air. Mereka disiksa dan kami selalu mendengar jeritan mereka sambil kami bekerja. Perusahaan memberi waktu 3 minggu untuk menghasilkan getah. Banyak di antara perempuan dan anak-anak yang meninggal.
Sita (14 tahun): “Kami tidak dibenarkan mengerjakan tanah kami sendiri. Kami bekerja keras untuk perusahaan sepanjang waktu. Kami kelaparan. Walaupun hasil yang kami hasilkan lumayan banyak tetapi makanan kami seperti sampah. Dalam tahun-tahun yang buruk, banyak petani mati kelaparan dan mayat mereka bergelimpangan di atas ladang dan jalan.”
M’Bezi (31 tahun): “Tahun lalu kering kerontang. Hasil pun merosot. Kami tidak memiliki biji-bijian untuk makanan. Kami makan rumput dan akar-akaran. Mereka yang tua mati kelaparan. Banyak yang meninggalkan rumah mereka dan bersembunyi di dalam hutan. Perusahaan pun memerintahkan pemburu dan prajurit-prajurit untuk mengejar mereka yang lari. Mereka bersembunyi di dalam gua-gua di mana mereka mati kelaparan.”
Kaywana (18 tahun): “Kami telah kehilangan tanah. Kami telah kehilangan lembu dan binatang ternak. Kami adalah budak bagi orang kulit putih. Kami tidak punya apa-apa, kami tak punya hak dan tak ada undang-undang. Jika ada orang yang membantah atau mencoba memberontak, ia akan dibunuh.”
Pegawai penjajah, tanpa nama. “Aku sendiri telah membunuh 150 orang. Banyak anak-anak dan perempuan dibunuh. Aku telah memotong 60 tangan dan menggantung mayat-mayat mereka di tengah-tengah kota. Sepanjang ingatanku, 1500 orang telah dibunuh di perkebunan saja,” ujar salah seorang kaki tangan penjajah, mengakui.

11. Rasialisme. Bangsa Afrika diajarkan agar memiliki rasa hina dan rendah diri. Ilmuwan kulit putih konon katanya sudah membuktikan bahwa bangsa Afrika tidak mempunyai kecerdasan otak yang sama dengan bangsa kulit putih; konon, bangsa kulit hitam memang merupakan satu bangsa yang liar dan tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Dengan cara-cara tersebut, yakni mengabarkan berita dan kesimpulan bohong, orang-orang kulit putih memiliki alasan untuk menindas bangsa Afrika, yang konon wajar dan tak berdosa. Kalian dihidupkan di muka bumi ini untuk menolong kapitalis yang sudah kaya itu menjadi lebih kaya lagi. Kapitalisme hidup di atas kemiskinan petani dan kehancuran nilai-nilai kemanusiaan. Pabrik-pabrik besar di Eropa berjalan lancar atas pemerasan dan perbudakan rakyat Afrika.

12. Keadaan di Afrika yang telah ditaklukkan. Sebuah pemerintahan didirikan di sini. Pemerintah di Eropa telah melantik seorang Gubernur tanah jajahan. Pegawai-pegawai kulit putih dan tentara-tentara akan memastikan bahwa setiap orang membayar pajak dan mematuhi majikan perusahaan. Mereka yang menganggur dan tak punya tempat tinggal ditempatkan dalam pondok. Mereka telah diusir dari tanah mereka. Sebagian dari mereka bekerja sebagai pelayan, pekerja kebun atau penggembala, yang lain mengabdi sebagai pejabat atau sebagai polisi. Berbagai bahan mentah dibawa dengan kapal ke perusahaan-perusahaan di Eropa. Ini lah apa yang dikatakan tanah jajahan.

13. Imprealisme dalam bentuk kartel dan monopoli telah menguasai Afrika dan seluruh dunia. Imprealisme telah membagi dunia menjadi tiga kategori atau golongan:
A. Imperialis, yaitu negeri kapitalis yang memeras negeri lain untuk menggerakkan pabrik pabriknya;
B. Tanah jajahan, yaitu kawasan-kawasan di mana kapitalis mengambil alih dan memeras dengan bantuan negara.
C. Negeri-negeri yang tergantung, yaitu negeri di mana kapitalis bisa memeras tanpa menjajah secara langsung. Misalnya: bekerjasama dengan pemerintah setempat.

14. Bagi kapitalis, imprealisme adalah kebutuhan mereka, seperti udara di sekeliling mereka. Tanpa imprealisme, mereka akan mati. Semua bahan mentah yang bisa dibawa, akan dibawa dan diserahkan kepada perusahaan-perusahaan monopoli. Negeri kapitalis tak memiliki bahan mentah yang cukup untuk melayani keserakahan mereka. “Semua bahan-bahan mentah terpaksa dibagikan di antara kami, yakni di antara perusahaan-perusahaan raksasa,” kata kapitalis-kapitalis besar. Mereka mendapatkan bahan-bahan mentah dari negeri-negeri asing: tanah jajahan dan negeri-negeri yang bergantung kepada mereka. Pabrik-pabrik besar menghasilkan banyak barang. “Tentu kami tidak dapat memasarkan semuanya di dalam negeri kami ini. Kami harus membuat perjanjian mengenai berapa banyak barang yang dapat kami jual di sini, di negeri kami,” demikian para kapitalis melakukan berbagai perjanjian-perjanjian yang saling menguntungkan di antara mereka. Mereka memasarkan banyak barang ke tanah jajahan dan negeri-negeri yang bergantung (kepada mereka).

 Mereka merasa sangat beruntung karena mempunyai perusahaan-perusahaan seperti itu, walau para kapitalis itu tidak dapat menanamkan keuntungan di negeri asalnya. “Semua kesempatan penanaman modal yang ada telah direbut oleh pemodal-pemodal seperti aku, yang lebih besar” katanya. Mereka terpaksa menanamkan keuntungan mereka di tanah jajahan, di negeri-negeri lain yang bergantung kepada mereka.

Comments

Popular posts from this blog

AKSI TRI-KORA ILEGAL ! HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI SOLUSI BAGI RAKYAT PAPUA BARAT

'Aparat Gabungan TNI_POLRI Jayawijaya Melakukan Tindakan Kekerasan Terhadap Camrade STEVEN PEYON [Sekretaris Umum KNPB] Wilayah Sorong Raya' Ini Sebuah Foto Penyiksaan Terhadap Sekum KNPB Sorong Raya. (Sumber: KNPB Sorong) Kronologi Aksi (FRI WEST-PAPUA Kolektif Kota Ambon : """""""""""""""""""""""" Ambon - Kampus Universitas Pati Mura (UMPATI) 19 Desember 2016, Rute Aksi Bertempat di depan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Kampus A Jl . Ir . M .Putehena Poka Ambon. Pukul 10.22 Massa aksi sudah 2 orang yang datang, masa aksi mulai bertambah 3 orang lagi, jumlah masa aksi sudah 5 orang. Pukul 10.35 masa aksi masi menunggu propagandanya yang masih di photo kopi, aksi belum di mulai, suasana kampus di penuhi oleh mahasiswa. Pukul 10.40 ada kedatangan satu anggota kepolisian ke dalam kampus dengan seragam lengkap, patroli ke dalam kampus...

Pernyataan sikap Mahasiswa USTJ Memperingati Hari Pendidikan

PERNYATAAN SIKAP MAHASISWA USTJ Proses lahirnya Universitas Sains dan Teknologi Jayapura berawal dari didirikannya Akademik Tekhnik Pekerjaan Umum (ATPU) pada tanggal 7 Juli 1984 oleh Bapak Izaac Hindom yang saat itu menjabat sebagai gubernur Irian Jaya dan oleh Bapak Ir. As’ary Rumuson yang saat itu menjabat sebagai kepala kantor pekerjaan umum wilayah Irian Jaya. ATPU saat itu mengelola 2 jurusan dengan jenjang diploma, yaitu jurusan teknik mesin dan teknik sipil, merupakan lembaga tinggi teknik pertama yang ada di Irian Jaya.  Berselang tujuh tahun kemudian pada tanggal 22 Juni 1991 di bawah pengelolaan Yayasan Bhinneka Tunggal Ika (YBTI) Jayapura serta ATPU berubah nama menjadi Akademi Teknik Jayapura (ATJ) dan dipimpin oleh direktur Bapak Drs. M. Ali Kastela, M.MT. Perubahan ini dikukuhkan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No : 1386/0/1991.  Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap tenaga keteknikan terutama pada jenjang st...

Mengenal Pemimpin OPM, Pencetus Proklamasi 1 Juli 1971, Brigadir Jenderal Seth J. Rumkorem

Mengenal Pemimpin OPM, Pencetus Proklamasi 1 Juli 1971, Brigadir Jenderal Seth J. Rumkorem _________________________________________________ Oleh: Constantinopel Ruhukail, Producer Majalah Fajar Merdeka dan Pro-Patria di bawah Kementerian Penerangan Pemerintahan Revolusi Sementara Republik Papua Barat(PRS-PB) - Markas Victoria - Nagasawa, Ormu Kecil,  1982. ________________________________________________ Di masa Belanda, Seth Jafet Rumkorem adalah seorang pegawai rendah Maskapai Penerbangan KLM yang beroperasi di Jepang. Ia bekerja di Maskapai ini setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya di PMS KotaRaja, Abepura. Sebagai hasil dari New York Agreement, Indonesia resmi mengambil-alih Papua Barat dari kekuasaan Belanda pada tanggal 1 Mei 1963. Indonesia secara tergesa menggantikan nama wilayah Papua Barat dari Netherlands Nieuw Guinea menjadi Irian Barat, dan melantik Eliezer Jan Bonay sebagai Gubernur Irian Barat. Setelah Papua Barat diambil-alih oleh Pemerintah Rep...